(Bukan) Keisengan yang Berlanjut

photostudio_1503879007728
(masih) jadi korban doodling 😁

dan begitulah, hasil keisengan yang berlanjut…

Bukan berarti saya latihan gambar terus selama dua tahun sih.. coz I have a lot of things to do dan menggambar sebenernya hanya kegiatan di waktu iseng (iya, waktu iseng bukan waktu luang). Tho I realized recently that drawing with pencil isn’t just a hobby. Kadang yang disebut hobi itu kegiatan yang bikin kita bersemangat, and we put a lot of our energy to it. Tapi menggambar bagi saya justru sebaliknya.

Menggambar adalah sebuah cara untuk menjernihkan pikiran, melupakan sejenak benang kusut yang memenuhi kepala. Menggambar bisa membungkam pikiran saya yang suka ngoceh kemana-mana. Untuk sementara saya hanyalah jemari dan ujung pensil yang meliuk-liuk santai, khusyu’ mengarsir seperti tak ada lagi hari esok.

Di antara kertas putih, pensil, dan penghapus itu saya menemukan tempat menyepi yang sempurna…

– S –

Betapa…

“Dalam kasus Bengkulu, korban betul-betul teraniaya. Tidak ada salah dan dosa.
Kemungkinan yang paling salah adalah ketika korban berjalan sendirian di pinggir kebun yang sangat sepi dan membuka ruang bagi para pelaku untuk berbuat jahat.”
– Ketua Komisi VIII DPR Saleh P Daulay –

 

Kau dengar dia bilang apa, Dik? Lucu sekali ya. Setelah mengatakan bahwa kau tak ada salah dan dosa, lalu Bapak yang terhormat itu katakan bahwa kau lah kemungkinan yang paling salah atas kebrutalan yang terjadi padamu. Kau, bocah yang baru menginjak usia 14 tahun, berjalan di siang hari bolong sepulang sekolah, memakai seragam pramuka. Kau, yang tak memakai pakaian seronok, perhiasan mencolok, dan tak keluyuran di malam hari. Kau, yang sudah dipukuli, diperkosa berulang kali hingga tubuhmu berubah bentuk, dibunuh, dan dibuang ke dasar jurang. Kau, yang sudah diperlakukan dengan sangat biadab dan dibuat tak bernyawa, ternyata masih dianggap berbuat sedikit kesalahan.

Menurutnya, kemungkinan yang paling salah adalah karena kau berjalan sendirian. Bukan karena 14 orang yang patungan membeli tuak, lantas menenggaknya. Baginya, keputusanmu untuk berjalan kaki sendirian lebih salah daripada keputusan pemuda-pemuda itu membeli tuak dan meminumnya. Barangkali menurutnya juga, tuak itulah yang lebih patut dipenjara dan dijatuhi hukuman, bukan 14 manusia yang sudah melakukan perbuatan bejat terhadapmu. Apakah dunia ini sudah dianggap begitu brutal, dan kebrutalan itu sudah sangat ditolerir, sehingga keputusanmu berjalan sendirian pun patut dicatat sebagai sebuah kesalahan karena membuka kesempatan bagi terjadinya sebuah kebiadaban.

Continue reading Betapa…